“Pengalaman adalah guru yang paling berharga”
Ga ada yang pernah membantah pernyataan itu.
Calon karyawan yang sudah punya pengalaman bekerja akan mendapat nilai lebih.
Orang-orang yang sudah lebih dulu berkecimpung di suatu bidang, dianggap lebih mumpuni.
Orang tua sering memaksakan pilihannya karena sudah mengalami lebih banyak hal dibanding anaknya.
Kita cenderung lebih mudah mengerti suatu hal jika sudah mengalami atau terlibat langsung dengan hal tersebut.
Untukku pun, lebih mudah learning by doing dibandingkan harus mencerna teori-teori, apalagi dengan bahasa yang tinggi.
Ok, itu untuk keahlian. Gimana kalau tentang kehidupan?
Banyak hal yang abstrak dan tidak bisa dipelajari dengan teori.
Sulit untuk mendeskripsikan kata panas, manis atau sakit bukan?
Kita mengerti apa itu rasa sakit ketika kita terjatuh,
mengerti apa itu manis ketika mengecap gula,
mengerti api itu panas ketika ia berdekatan dengan api itu.
Dari informasi-informasi itulah kita tau mana yang menyenangkan mana yang tidak.
Aku terlalu yakin, sebagian besar dari kita pasti akan mengejar hal yang
menyenangkan itu dan menghindari yang tidak.
Kita belajar ketika kita berbuat kesalahan,
Ketika kita menjadi kerepotan karena kesalahan itu,
Ketika kita merasakan sakit,
Ketika kita menjadi kecewa
Kita belajar dari masalah,
Kita belajar untuk tidak melakukan kesalahan yang sama,
Kadang proses belajar itu begitu berat, begitu menyakitkan.
Tapi tanpa proses itu, kita tidak akan belajar
Ada satu pernyataan yang aku suka :
“Belajarlah dari kesalahan orang lain, karena kita tidak akan hidup cukup
lama untuk melakukan semua kesalahan itu sendiri”
Bisakah aku belajar dari kesalahan orang lain, dengan segala ketidakpekaan ini?
me – thinking how to maximize my learning method